Senin, 05 Mei 2014 0 komentar

Kemana Pasukan Itu?


68,5 tahun Indonesia berdiri, 68,5 tahun sejarah terjadi setiap saat, 68,5 tahun masalah bangsa melanda, 68,5 tahun korupsi merajalela. Tak hanya sejak Hiroshima dan Nagasaki diserang Amerika, bahkan sejak VOC menguasai ekonomi Indonesia, korupsi sudah ada. Tahun 1642 kala itu, Gubernur Jendral Antonio Van Diemen bahkan menyurati Heeren XVII tentang parahnya korupsi yang terjadi di tubuh VOC. Berbagai upaya untuk memberantas korupsi di dalam tubuh asosiasi dagang ini tak berhasil. Sehingga tak jarang dikatakan bahwa korupsi saat itu sudah menjadi suatu kenyataan hidup.

Kita maju ke abad 20, dimana korupsi makin marak terjadi. Apa yang kalian ingat? Kasus Century? Kasus BLBI? Kasus Proyek Hambalang?

Kenapa makin marak?
Sebenarnya korupsi berawal dari penyimpangan moral, tak harus besar nilai korupsi itu.
Kita mulai lihat dari hal yang kecil dahulu, seperti mengambil kembalian dari uang yang ibu kita suruh untuk membeli belanja, mengambil sedikit uang kas sekolah, ataupun hal lain yang berkaitan.

Korupsi tak akan terjadi apabila kebiasaan seperti itu sejak kecil dihilangkan, paling tidak kita menyadarinya bahwa berapapun yang kita ambil apabila itu bukan milik kita dan orang-orang tidak mengetahuinya itu adalah penyimpangan.

Kemana pendidikan moral di sekolah?
Pendidikan moral menurut saya penting, mengajarkan anak untuk membentuk moral yang benar serta mengajarkan bahwa korupsi itu merusak diri serta orang lain. Pelajaran ini bukan bertujuan untuk memberantas korupsi di negeri ini, melainkan untuk mengurangi koruptor di masa mendatang.

Kita lihat sekarang begitu banyaknya koruptor yang dipenjara, tapi ada dengan penjaranya? Lagi lagi ada penyimpangan, mengapa penjara koruptor berfasilitas memadai seperti hotel bintang lima? Ini semacam diskriminasi kasta, korupsi itu perbuatan yang tidak manusiawi, mengapa mereka diperlakukan mewah seperti itu?

Pada dasarnya uang pajak rakyat itu bagai air, dari tanah air itu diambil dan pada akhirnya kembali lagi ke dalam tanah.
Sudah berapa kerugian yang ditanggung negara ini karena kekurangan dana?
Jalan rusak, fasilitas umum tak layak, semata-mata karena dana pajak masyarakat tidak sampai kas negara, melainkan hilang di tengah proses.

Kita lihat pemimpin-pemimpin sekarang, ada yang hanya gila jabatan dan tidak peduli rakyat, ada yang hanya berkoalisi demi sebuah kursi, tapi tentu ada yang masih baik serta peduli dengan masyarakat.

Kemana pasukan itu?
Pasukan itu sibuk 'turun gunung', mereka keluar dari ruangan ber-AC, mereka inspeksi ke tempat permasalahan, mereka memeberantas segala penyimpangan langsung secara bertahap, mereka tak ada waktu untuk diliput media agar mendongkrak popularitas mereka.

Saya ambil contoh beberapa pasukan penyelamat negara tersebut:
Pak Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah)
Orang nomor satu di Jawa Tengah ini sibuk mengurusi prooblema rakyatnya serta daerahnya, ia meberantas banyak penyimpangan yang terjadi seperti pungutan liar.
"Tuanku ya Rakyat, Gubernur cuma Mandat" kata Pak Ganjar.
Beberapa waktu lalu beliau beraksi memberantas pungli di sebuah jembatan timbang di daerah Batang, Jawa Tengah.

http://okejoss.com/wp-content/uploads/2014/04/Ganjar-Pranowo-Ngamuk-di-jembatan-timbang.jpg


Pak Joko Widodo (Gubernur DKI Jakarta)
Beliau sangat peduli dengan masyarakat, Pak Jokowi merupakan orang penting yang suka 'mblusukan' untuk memantau secara langsung kejadian di tempat. Beliau orang yang sederhana, tak ingin mobil dinas mewah, dan tak ingin gaji besar.
http://ramalanintelijen.net/wp-content/uploads/jokowi-tanpa-ragu.png 


Basuki Tjahaja Purnama (Wa-Gub DKI Jakarta)
Wakil Gubernur DKI Jakarta yang kerap dipanggil Ahok ini juga orang yang sensitif dengan adanya penyimpangan penyelewengan dana. Beliau sempat geram dengan pegawai-pegawai yang memberikan pajak kepada donatur bus untuk kota Jakarta. Beliau heran, orang mau nyumbang bus kok malah dimintai pajak.
http://cdn1.production.liputan6.com/medias/650801/big/AHOK-MARAH-140313c.jpg 


Anies Baswedan pernah berkata “Penyelewengan, penyimpangan, korupsi merajalela bukan semata-mata karena orang jahat jumlahnya banyak, tapi karena orang baik memilih diam dan mendiamkan, saya pilih tidak mendiamkan”.

Korupsi tak akan bisa hilang apabila kita, orang baik tidak turun tangan. Tak harus menunggu pemimpin baik untuk maju dan memimpin, kita mulai dari diri kita sendiri.
Jadikan kita relawan pemberantas korupsi, bukan bayaran.
Mari turun tangan membenahi negara ini. Jadilah pasukan yang dinanti-nanti. 

Kalih N. Kusuma
Surakarta, 5 Mei 2014
 
;