Kamis, 17 April 2014 0 komentar

Candi Cetho

Semua ini berawal tanggal 14 Maret 2014, ketika tubuh saya mulai merindukan hawa dingin. Kota Solo dengan hawanya yang sejuk belum membuat saya puas, maka dari itu saya masuk kulkas berencana liburan ke dataran tinggi. Kebetulan dataran tinggi terdekat disana adalah daerah lereng barat Gunung Lawu. Ya berangkatlah kami pada esok harinya pukul 12.00 pas (rencananya jam 10 padahal).

Dengan semangat menggebu-gebu, kami melesat dengan cepat di jalanan, tanpa disadari sebelumnya ternyata ban belakang bocor, motor sudah bergoyang-goyang seperti saat Sagita bernyanyi lagu Oplosan. Akhirnya setengah jam berlalu untuk menambal ban.

Penampakan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Setelah itu kamipun berangkat kembali, sekitar perjalanan dua jam kami tiba di kaki Gunung Lawu bagian barat.
Perjalanan Masih Panjang dan Menanjak
Cuaca cerah berawan, suhu lumayan dingin tapi panas terik. Pohon teh, pohon karet ada disekeliling jalan. Jalan disini sangat menanjak dan berkelok-kelok, motor vario gak kuat buat dua orang, akhirnya saya turun dan jalan kaki. Lumayan ngos-ngosan jalan 5 menit.
Sampailah kami di Candi Cetho.

Tiket masuk untuk wisatawan lokal saat itu kalau gak salah 3 ribu per orang.

Wisatawan di sini gak seramai yang saya kira, tapi tetap ada wisatawan dari luar negeri.
Di Candi Cetho ini ada beberapa candi yg masih dibuat utk tempat ibadah.
Salah satunya adalah Candi Dewi Saraswati
Candi Dewi Saraswati
Jalan menuju Candi Saraswati tidak terlalu jauh dan aksesnya mudah, untuk masuk ke dalam kawasan candi ini alas kaki harus dilepas.
Setelah itu kami ke candi lainnya, candi paling atas yaitu Candi Kethek.
Jalan menuju Candi Kethek ini melalui hutan dan kondisi jalan menurun dan menanjak agak licin. Di candi ini tidak ada satupun pengunjung, sepinya gak ketolong, karena candi ini di tengah hutan pinus.
Candi Kethek

Sepinya Candi Kethek

View Dari Candi Kethek

Candi Kethek
Ternyata disebelah Candi Kethek ini ada sebuah jalan kecil menuju hutan, karena penasaran maka saya telusuri jalan tersebut sekitar 5 menit.

Jalan kecil dekat Candi Kethek
 Setelah berjalan sekitar 5 menit, ada sebuah tanda di pohon bertuliskan "PUNCAK". Ternyata jalan tersebut merupakan jalur pendakian menuju puncak Gunung Lawu yaitu Hargo Dalem, Hargo Dumiling, dan puncak yang paling tinggi Hargo Dumilah (3265 mdpl)


Jalan Menuju Puncak Gunung Lawu
Setelah puas photo-photo di Candi Kethek, kami beristirahat sejenak, sekedar duduk dan mengobrol. Namun tiba-tiba kabut turun.

Mulai horror haha

Mejeng dikit haha
 Setelah itu kami bergegas turun karena dikejar kabut.


Jalannya licin
@yoggamukti mejeng gantian. Jalur dengan jurang di kanan.
Sampai di parkiran motor kabut semakin tebal dan mulai turun hujan.


Sambil menunggu hujan yang tak kunjung henti, kami ingin membuktikan sebuah teori.
Teori ini saya dapat dari bapak saya, dia mengungkapkan teori bahwa cara untuk tidak kedinginan di dataran tinggi adalah mandi, iya MANDI.
Terdengar gila, tapi layak untuk dicoba. Saya coba mandi, kaki yang menginjak lantai di kamar mandi saja dinginnya sudah nyiksa. Airnya seperti air minum di kulkas rumah saya.
Saya guyur air perlahan dari kaki hingga pinggang, dinginnya lumayan dingin banget, begitu disiram ke dada bikin ngos-ngosan, dinginnya nusuk. Begitu diguyur ke kepala makin ngos-ngosan dan pandangan seperti hilang keseimbangan, aneh rasanya tapi seger.

Selesai mandi ternyata memang benar tidak terasa dingin di luar, ya pokoknya enak deh udah seger. Sekarang gantian giliran @yoggamukti yang mandi, hahahaha RASAKAN DINGINNYA AIR ITU! HAHA!

@yoggamukti mandinya sambil teriak-teriak

Jam menunjukkan pukul 4, hujan tak kunjung berhenti, kabut tak kunjung hilang, lebih baik nekat turun hujan-hujanan daripada keburu gelap.
Whuuuusssh motor melaju kencang menerjang kabut dan derasnya hujan, tangan gemeteran, kuping rada budek, kaki terasa kaku, duit sisa 2000 perak, perut keroncongan, oleh-oleh cuma beli teh dari perkebunan disitu.

Sampai di rumah badan serasa masuk angin, ya lumayan lah perjalanannya.
Hikmah yang bisa diambil yaitu teori mandi biar gak dingin itu benar, selalu siapkan uang cadangan yang cukup.

Salam Lestari.
0 komentar

Sandal


Asam di gunung garam di laut bertemu dalam satu belanga, suara di kota maupun suara di desa bertemunya pada kotak suara. Pesta rakyat kemarin memang berlangsung meriah, baik yang melakukan konvoi dengan knalpot kaleng, baik yang melangsungkan serangan fajar, ataupun yang melakukannya tanpa ada kemunafikan.

Ya tapi semua orang punya ide tersendiri dalam hal merayakan pesta rakyat ini, tak hanya sekedar coret kelingking dan kembali pulang, melainkan memanfaatkan libur nasional tersebut dengan liburan.

Liburan bagi orang-orang kota pasti akan dikait-kaitkan dengan pantai, museum, gunung, dll. Bagaimana dengan orang desa yang mayoritas sudah tinggal di tempat-tempat tujuan wisata orang kota? Bermodal sandal jepit dan nasi rantang pun mereka berangkat ke kota. Tentunya dengan moda transportasi yang seadanya, kadang angkot kadang jalan.

Tidak sedikit orang yang berlibur menggunakan sandal, juga tidak sedikit orang yang berlibur menggunakan sepatu, ya sebenarnya sandal yang saya maksud di sini bukan hanya alas kaki, namun tujuan dasar orang itu berlibur. Sandal yang mereka pakai mewakilkan tujuan mereka dalam berlibur, karena orang kota berliburnya sudah pasti kembali ke alam, maka saya akan bahas tentang alam. (Maaf, orang desa pasti bosan dengan tulisan ini hehe)

Sandal yang menemani mereka berlibur merupakan hal yang terpenting, sandal sudah pasti sepasang, begitu juga dengan kalian, tak mungkin kalian berlibur sendirian, photo selfie di setiap spot, gak mungkin kan?


Sandal juga ada jenisnya, pilih yang cocok dengan tujuan kalian, karena kalau tidak cocok bakalan bisa bikin masalah, bisa slip dan terpleset, bisa jebol tali sendalnya, dll. Begitu juga dengan partner perjalanan kalian, jangan sampai partner kalian itu tidak suka dengan tujuan liburan kalian sehingga dia tidak dapat beradaptasi, bisa saja dia alergi dengan udara dingin apabila liburan kalian ke gunung, bisa saja dia alergi panas apabila pergi ke pantai, nyusahin kan?

Pilih sandal yang nyaman buat kaki kalian, karena kaki kalian yang akan menopang seluruh badan dan barang bawaan selama perjalanan, cidera kaki maupun lecet bisa membuat liburan kalian menyiksa. Begitu juga dalam memilih partner perjalanan, pilih yang benar-benar nyaman buat kalian, pilih partner yang mau diajak susah bareng-bareng, kita gak akan tau masalah apa yang akan dihadapi di liburan nanti, dan masalah itu mutlak pasti ada.

Setiap berlibur tentu kalian akan membeli oleh-oleh untuk dibawa pulang, ya mungkin sekedar beli gantungan kunci, baju, makanan, kasuari, anoa, (eh, keterusan wkowk). Begitu juga dengan pengalaman, hikmah dan pelajaran apa yang kalian dapat ketika liburan tadi untuk dibawa pulang dan dibagikan kepada sanak keluarga dan teman. Pastinya hikmah dan pelajaran yang positif sehingga bermanfaat bagi orang lain.

Terlebih dari itu, saya lebih memilih sepatu, yang bisa melindungi dari goresan luar serta melindungi mata kaki, sama seperti teman perjalanan yang selalu saling melindungi bagaimanapun kondisinya.

Namun, jangan melihat sepatu yang orang pakai, tapi lihatlah seberapa jauh ia melangkah, karena di setiap langkahnya tentu banyak rintangan, dibalik sandal dan sepatu yang menapak, banyak kesabaran dan keteguhan didalamnya.

17 April 2014
Salam





 
;