Desir kegandrung kulihat bintang,
Tertutup halimun
sang bunga malam,
Terbekuk lara sang jingga shubuh,
Laksana dirimu
kampul tak melambai
Kubisikkan laramu pada-Nya,
Kubisikkan ihwalmu
pada-Nya,
Kubisikan segalanya kala gempita dunia ini memecah kalbu,
Tenang dirimu pada-Nya
Kulukis paras cahayamu di balik senja nan jingga,
Agar sang bunga malam terbit tak kian jemu
Teringat lambaian tanganmu kampul kampul dalam mimpiku,
Kicau lirihmu memecah kalbu,
Gelap, gelap tapi gempita saat itu, hey...
Hey.. Kuangkat dirimu yang kian merintih,
Tangis
lukamu memerah deras,
Kuangkat, kuangkat hingga awan ikut menjunjungmu..
Tidurlah beralas awan,
Semakin cepat kau tertidur,
Semakin cepat kita bertemu.
Kalih N. Kusuma - An-Najmal Gorbiyyah (Bintang Barat)
Surakarta, 28 September 2013, 06.23 WIB. Ketika orang mulai bangun, ketika burung mulai bersenandung, saya pun juga baru bangun (Gubrak! Kirain udah siap). Pendakian kali ini kami hanya bertiga. Pendakian Gunung Merbabu ini bertepatan dengan ulang tahun ibuku yang ke-47 serta ulang tahun PT. Kereta Api Indonesia. Sebuah pengalaman yang tak biasa, sebuah perjalanan yang tak mudah, sebuah momen yang tak terlupakan, sebuah rencana yang tak luput dari ngaret (Plak!). Rencana kami, pukul 7 sudah siap siaga dan langsung berangkat, entah kenapa pukul 9 kami baru bisa berangkat.
Kami berangkat dari Solo pukul 9 lewat dikit (padahal banyak), perjalanan Solo-Boyolali kira-kira ditempuh sekitar satu setengah jam, kami mendaki melalui jalur Selo, untuk sampai di basecamp pendakian jalur Selo, dibutuhkan perjuangan yang ekstra, jalanan yang kami lalui begitu menanjak, untung saja motor kami kuat melalui jalur itu, soalnya tiap hari makan makanan bergizi 4 sehat 5 sempurna *mulai ngaco*.
Setibanya di basecamp, kami langsung mengisi laporan pendakian dan langsung bersiap-siap, ya! Kami sudah siap, siap untuk makan siang terlebih dahulu :D
Selesai makan siang, saatnya kaki mulai melangkah dengan do'a di setiap pijakannya, saatnya raga menyatukan diri dengan alam serta dengan Sang Pencipta Alam. Pendakian Gunung Merbabu, Sabtu, 28 September 2013 dimulai.
Bismillahirrahmanirrahim
Do'a telah mengiringi perjalanan kami, pijakan pertama telah dibuat, yuuk kita lihat peta terlebih dahulu!
Dengan semangat membara, kami mulai mendaki, melangkah dengan pasti tanpa ragu walau harus terperosot jalan yang berpasir. Pada awal pendakian, kami sering berpapasan dengan para pendaki yang baru turun dari puncak, kami pun menyapa mereka dengan hangat. 15 menit berlalu, semangat masih membara, kaki masih ingin berjalan, rasa penasaran semakin bertambah, kami pun terus berjalan. Medan jalur awal ini agak berpasir dan sedikit menanjak, jadi agak susah sedikit untuk tidak terperosot.
30 menit berlalu, napas mulai kembang kempis senen-kemis, akhirnya kami memutuskan untuk break sejenak.
Setelah break sejenak, pendakian dilanjutkan. Tak lama kami berjalan, sampailah kami di Pos I.
Puas berfoto di pos I, kami melanjutkan perjalanan, jalur masih cukup landai, persediaan air belum berkurang, pada saat kami mencapai di pos II, tiba-tiba kaki saya keram, akhirnya perjalanan break sebentar, kebetulan ada pendaki lain yang berbaik hati memberi kami minyak kayu putih serta kue cookies, setelah itu keram saya sembuh dengan cepat, terima kasih buat mbak-mbak sama teman-temannya yang dari NTT, Medan, Semarang yaa.
Setelah mendaki jalur yang menanjak, tibalah kami di tempat kamp para pendaki. Di sini kami mendirikan tenda.
Waktu menunjukan pukul 5, saatnya kami melaksanakan salat ashar, kami salat menghadap matahari terbenam, pada saat salat, tangan kami tak bisa berhenti bergerak (bukan bergetar), ini karena hawa yang sangat dingin, kami salat seperti orang yang sedang epilepsi. Sumpah, dingin.
Setelah salat, kami memutuskan untuk makan, teman saya menyiapkan perapian, pada saat dia membuka kotak parafin, *jeder* isinya cuma dua, kami semua panik, dua buah parafin tak akan cukup untuk saat itu. Akhirnya kami meminta parafin dari para pendaki yang hendak turun, dan alhamdulillah kami mendapatkan tiga buah. Kami pun lega mendapati hal itu.
Setelah makan, hari mulai gelap, sang fajar mulai turun dengan perlahan, langit berubah menjadi ungu, hawa semakin dingin, kami mulai masuk ke dalam tenda.
Ketika malam tiba, kami keluar tenda, subhanallah kami disuguhi pemandangan langit yang sangat indah, gugusan bintang tampak jelas dan terang kala itu, hawa semakin dingin. Kami bergabung di perapian bersama teman dari NTT, Medan, dan Semarang. Kami bertukar cerita, bercanda gurau, bernyanyi, dan menghabiskan malam yang indah bersama. Sungguh momen yang tak terlupakan.
Jam menunjukan pukul 9, dingin semakin menusuk, kami mulai masuk ke dalam tenda dan tidur. Amir dan Helmi teman saya tertidur dengan cepat, tapi saya tak bisa tidur saat itu, entah kenapa, mungkin karena belum terbiasa tidur dengan hawa dingin yang menusuk seluruh tubuh hingga sulit untuk bergerak.
Jam menunjukan pukul 5 lewat 30, kami telah bangun, pada saat kami keluar dari tenda, tampak sang fajar mulai bersinar di timur cakrawala, sungguh pemandangan yang indah.
Tampak di area kamp para pendaki menikmati sunrise, sebagian ada yang berphoto, sebagian ada yang menyiapkan sarapan, sebagian ada yang mulai naik, sebagian ada yang baru turun. Puas berphoto, kami pun sarapan pagi, ya cuma mie instan dan kopi hangat yang keburu dingin akibat suhu di sini yang dingin.
Setelah istirahat yang cukup serta sarapan, kami bersiap untuk melanjutkan pendakian. Dalam pendakian selanjutnya, kami hanya membawa satu carrier, dua carrier lainnya kami tinggal di tenda. Perjalanan menuju Sabana I melalui bukit yang terjal, jalur yang dilalui berpasir tebal, pemakaian masker dianjurkan. Jalur terjal dan berpasir ini lumayan bikin dengkul kami mulai reot. Interval istirahat kala itu sangat sering.
Akhirnya sampai juga di atas, dan perjalanan dilanjutkan menuju Sabana I, cuaca cerah saat itu, hanya saja pandangan kami terganggu oleh kabut.
Perjalanan dari Sabana I ke Sabana II tak lama, hanya tinggal melewati satu bukit. Setelah berjalan beberapa puluh menit, kami tiba Sabana II dan kami terus melanjutkan perjalanan hingga istirahat di puncak Trianggulasi.
Setelah itu kami langsung mendaki Kenteng Songo. Jalur yang dilalui sangat terjal, untuk mencapai atas memang benar-benar melelahkan, jalur berpasir menambah sulit pendakian. Tepat pukul 12 tibalah di puncak Kenteng Songo.
Tak ingin berlama-lama, karena kita diburu oleh waktu, kami langsung turun dari Kenteng Songo, untuk turun dari sini, dibutuhkan kehati-hatian yang ekstra, juga keseimbangan tubuh, salah sedikit bisa jatuh dan terguling hingga bawah.
Perjalanan turun dari Kenteng Songo menuju Sabana I lebih cepat, ketika kami hendak turun dari Sabana I menuju tenda kami, tiba-tiba jalur pendakian ditutup kabut yang cukup tebal, pandangan hanya sepanjang 5 meter saja. Saya, Amir, dan Helmi pun terpisah, Amir berada paling depan, saya terakhir melihatnya jalan melalui sisi kiri, saya mengambil sisi kanan jalan mengikuti pendaki lain, Helmi berada paling belakang, entah dia mengambil jalan mana, jalur yang dilalui didapati percabangan kembali, saya dan seorang pendaki lain berhenti berjalan, kami berteriak "Hoooy", dari bawah sisi kiri terdengar sautan "Heeey", setelah itu saya mengambil sisi kiri.
Jalan yang dilalui kali ini lebih buruk daripada tadi saat menuju keatas, pasir yang sangat tebal serta mudah longsor ini begitu menyulitkan, saya saat itu berjalan sangat lambat, namun kenapa Helmi tidak lekas menyusul saya, saat itu saya teriak ke arah atas "Helmii", terdengar sautan di sisi kanan "Yaaa", ternyata Helmi mengambil sisi kanan. Semua pendaki saat itu berjalan dengan penuh hati-hati, kabut saat itu masih sangat tebal.
Sekitar setengah jam, akhirnya kami sampai di tenda.
Setelah packing barang dan tenda, kami bergegas turun saat itu juga, perjalanan turun sangat cepat, kami jarang istirahat, dalam waktu satu jam kami sudah tiba di pos 1.
Istirahat sebentar dan lanjut lagi, terus berjalan, terus terperosok, ya sekitar setengah jam setelah itu kami sudah sampai di bawah. Alhamdulillah tak ada kendala.
Pendakian ini berakhir dengan lancar, berhasil kembali dengan pengalaman baru, sebuah momen yang tak akan bisa dilupakan. Sebuah kehormatan bisa berjalan menapaki alam Ibu Pertiwi, Negeri dengan semangat yang menjulang khalayak gunung-gunung yang berdiri dengan kokoh.
Sampai jumpa di lain kesempatan, di tanah kita tercinta.
Gunung Merbabu, 28-29 September 2013.
"Mencapai puncak bukanlah tujuan saya, karena kebahagian terjadi justru ketika prosesnya, saya hanya ingin menyatu dengan alam serta dengan Penciptanya"
Kami berangkat dari Solo pukul 9 lewat dikit (padahal banyak), perjalanan Solo-Boyolali kira-kira ditempuh sekitar satu setengah jam, kami mendaki melalui jalur Selo, untuk sampai di basecamp pendakian jalur Selo, dibutuhkan perjuangan yang ekstra, jalanan yang kami lalui begitu menanjak, untung saja motor kami kuat melalui jalur itu, soalnya tiap hari makan makanan bergizi 4 sehat 5 sempurna *mulai ngaco*.
Setibanya di basecamp, kami langsung mengisi laporan pendakian dan langsung bersiap-siap, ya! Kami sudah siap, siap untuk makan siang terlebih dahulu :D
Selesai makan siang, saatnya kaki mulai melangkah dengan do'a di setiap pijakannya, saatnya raga menyatukan diri dengan alam serta dengan Sang Pencipta Alam. Pendakian Gunung Merbabu, Sabtu, 28 September 2013 dimulai.
Bismillahirrahmanirrahim
Gerbang Pendakian Jalur Selo |
Peta Jalur Selo |
30 menit berlalu, napas mulai kembang kempis senen-kemis, akhirnya kami memutuskan untuk break sejenak.
"haduh napas gue macet" |
1.. 2.. Jebret! |
Setelah mendaki jalur yang menanjak, tibalah kami di tempat kamp para pendaki. Di sini kami mendirikan tenda.
Mpitian |
Photo bersama teman dari NTT, Medan, dan Semarang |
Setelah salat, kami memutuskan untuk makan, teman saya menyiapkan perapian, pada saat dia membuka kotak parafin, *jeder* isinya cuma dua, kami semua panik, dua buah parafin tak akan cukup untuk saat itu. Akhirnya kami meminta parafin dari para pendaki yang hendak turun, dan alhamdulillah kami mendapatkan tiga buah. Kami pun lega mendapati hal itu.
Setelah makan, hari mulai gelap, sang fajar mulai turun dengan perlahan, langit berubah menjadi ungu, hawa semakin dingin, kami mulai masuk ke dalam tenda.
Ketika malam tiba, kami keluar tenda, subhanallah kami disuguhi pemandangan langit yang sangat indah, gugusan bintang tampak jelas dan terang kala itu, hawa semakin dingin. Kami bergabung di perapian bersama teman dari NTT, Medan, dan Semarang. Kami bertukar cerita, bercanda gurau, bernyanyi, dan menghabiskan malam yang indah bersama. Sungguh momen yang tak terlupakan.
Jam menunjukan pukul 9, dingin semakin menusuk, kami mulai masuk ke dalam tenda dan tidur. Amir dan Helmi teman saya tertidur dengan cepat, tapi saya tak bisa tidur saat itu, entah kenapa, mungkin karena belum terbiasa tidur dengan hawa dingin yang menusuk seluruh tubuh hingga sulit untuk bergerak.
Jam menunjukan pukul 5 lewat 30, kami telah bangun, pada saat kami keluar dari tenda, tampak sang fajar mulai bersinar di timur cakrawala, sungguh pemandangan yang indah.
Selamat Pagi Merbabu |
Selamat Pagi Merbabu |
Jepret Momen Dulu Haha |
Sampai di atas, menuju Sabana I, berlatar Gunung Merapi |
Sabana I |
Puncak Trianggulasi - Puncak Kenteng Songo |
Setelah itu kami langsung mendaki Kenteng Songo. Jalur yang dilalui sangat terjal, untuk mencapai atas memang benar-benar melelahkan, jalur berpasir menambah sulit pendakian. Tepat pukul 12 tibalah di puncak Kenteng Songo.
Tak ingin berlama-lama, karena kita diburu oleh waktu, kami langsung turun dari Kenteng Songo, untuk turun dari sini, dibutuhkan kehati-hatian yang ekstra, juga keseimbangan tubuh, salah sedikit bisa jatuh dan terguling hingga bawah.
Perjalanan turun dari Kenteng Songo menuju Sabana I lebih cepat, ketika kami hendak turun dari Sabana I menuju tenda kami, tiba-tiba jalur pendakian ditutup kabut yang cukup tebal, pandangan hanya sepanjang 5 meter saja. Saya, Amir, dan Helmi pun terpisah, Amir berada paling depan, saya terakhir melihatnya jalan melalui sisi kiri, saya mengambil sisi kanan jalan mengikuti pendaki lain, Helmi berada paling belakang, entah dia mengambil jalan mana, jalur yang dilalui didapati percabangan kembali, saya dan seorang pendaki lain berhenti berjalan, kami berteriak "Hoooy", dari bawah sisi kiri terdengar sautan "Heeey", setelah itu saya mengambil sisi kiri.
Jalan yang dilalui kali ini lebih buruk daripada tadi saat menuju keatas, pasir yang sangat tebal serta mudah longsor ini begitu menyulitkan, saya saat itu berjalan sangat lambat, namun kenapa Helmi tidak lekas menyusul saya, saat itu saya teriak ke arah atas "Helmii", terdengar sautan di sisi kanan "Yaaa", ternyata Helmi mengambil sisi kanan. Semua pendaki saat itu berjalan dengan penuh hati-hati, kabut saat itu masih sangat tebal.
Sekitar setengah jam, akhirnya kami sampai di tenda.
Percaya atau Tidak, Ini Memang Saya |
Istirahat sebentar dan lanjut lagi, terus berjalan, terus terperosok, ya sekitar setengah jam setelah itu kami sudah sampai di bawah. Alhamdulillah tak ada kendala.
Pendakian ini berakhir dengan lancar, berhasil kembali dengan pengalaman baru, sebuah momen yang tak akan bisa dilupakan. Sebuah kehormatan bisa berjalan menapaki alam Ibu Pertiwi, Negeri dengan semangat yang menjulang khalayak gunung-gunung yang berdiri dengan kokoh.
Sampai jumpa di lain kesempatan, di tanah kita tercinta.
Gunung Merbabu, 28-29 September 2013.
"Mencapai puncak bukanlah tujuan saya, karena kebahagian terjadi justru ketika prosesnya, saya hanya ingin menyatu dengan alam serta dengan Penciptanya"
Kalian pasti pernah naik kereta kan? Nah, kalau mau naik kereta harus beli tiket dulu kan? Yap, memesan tiket kereta itu sebenarnya gampang-gampang susah, kalau lagi sepi ya alhamdulillah, kalau lagi ramai ya sabar aja. Pasti kalian paling males sama yang namanya antrian panjang, udah nunggu lama-lama eh taunya tiket udah habis, nyesek kan? Banget! Apalagi sekarang udah memakai sistim nomor urut antrian untuk stasiun-stasiun besar, jadi penumpang ngambil nomor antrian dulu, baru nanti kalau nomor urutnya dipanggil langsung menuju ke loket. Kalau nomor urutnya banyak gimana? Gampang! Ada tipsnya. Simak ide saya berikut ini:
Layanan Tiket Indomart & Alfamart
Minimarket seperti Indomart dan Alfamart menyediakan pemesanan tiket kereta online, daripada kalian mengantri di stasiun, kalian bisa membeli tiket di minimarket tersebut, ya walaupun kena biaya administrasi tambahan sebesar Rp. 6000,- yang penting kan kalian gak harus capai mengantri di loket stasiun, prosedurnya juga mudah kok, setelah kalian membeli tiket di minimarket tersebut, tukar struk tiket dari minimarket tadi di loket penukaran struk yang tersedia di stasiun-stasiun online, dan loket penukaran struk berbeda dengan loket pemesanan tiket jarak-jauh sehingga kalian gak perlu mengambil nomor urut antrian.
Gimana? Mudah kan? Ini pengalaman saya, tadi saya ke stasiun Solo Balapan buat beli tiket ke Jakarta, nah, nomor antrian yang tertera di layar masih nomor 350, sedangkan total nomor urut sudah sampai 800an (Gila! Banyak bener!), terus saya melihat di pojok kiri lobby stasiun ada loket yang sepi, di loket itu tertera tulisan "Loket pembatalan, dan penukaran struk", tiba-tiba otak saya langsung teriak "LIH! BELI DI ALFAMART DEPAN STASIUN AJA!", saya langsung bergegas menuju minimarket depan stasiun dan memesan tiket, setelah itu saya tukarkan di loket penukaran struk. Voila! Dalam waktu lima menit, tiket saya sudah tercetak, tak perlu antri.
Mungkin itu aja tips dari saya, saya cuma mau mengingatkan, belilah tiket pada outlet resmi dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) serta pihak yang bekerja sama, budayakan antri dan saling menghormati sesama penumpang kereta.
Layanan Tiket Indomart & Alfamart
Minimarket seperti Indomart dan Alfamart menyediakan pemesanan tiket kereta online, daripada kalian mengantri di stasiun, kalian bisa membeli tiket di minimarket tersebut, ya walaupun kena biaya administrasi tambahan sebesar Rp. 6000,- yang penting kan kalian gak harus capai mengantri di loket stasiun, prosedurnya juga mudah kok, setelah kalian membeli tiket di minimarket tersebut, tukar struk tiket dari minimarket tadi di loket penukaran struk yang tersedia di stasiun-stasiun online, dan loket penukaran struk berbeda dengan loket pemesanan tiket jarak-jauh sehingga kalian gak perlu mengambil nomor urut antrian.
Gimana? Mudah kan? Ini pengalaman saya, tadi saya ke stasiun Solo Balapan buat beli tiket ke Jakarta, nah, nomor antrian yang tertera di layar masih nomor 350, sedangkan total nomor urut sudah sampai 800an (Gila! Banyak bener!), terus saya melihat di pojok kiri lobby stasiun ada loket yang sepi, di loket itu tertera tulisan "Loket pembatalan, dan penukaran struk", tiba-tiba otak saya langsung teriak "LIH! BELI DI ALFAMART DEPAN STASIUN AJA!", saya langsung bergegas menuju minimarket depan stasiun dan memesan tiket, setelah itu saya tukarkan di loket penukaran struk. Voila! Dalam waktu lima menit, tiket saya sudah tercetak, tak perlu antri.
Mungkin itu aja tips dari saya, saya cuma mau mengingatkan, belilah tiket pada outlet resmi dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) serta pihak yang bekerja sama, budayakan antri dan saling menghormati sesama penumpang kereta.
Langganan:
Postingan (Atom)